KISAH GAIB DUNIA PENERBANGAN
Majalah penerbangan Inggris terkemuka, Flight International, edisi akhir tahun lalu tidak seperti biasa isinya. Selain berisikan berita perkembangan teknologi kedirgantaraan dan penerbangan sipil maupun militer, kali ini majalah tersebut menurunkan tulisan tentang hal-hal gaib yang berkaitan dengan dunia penerbangan. “Apakah Anda percaya atau tidak, tetapi kisah-kisah hangar dan pesawat yang dihantui cukup banyak terjadi dalam dunia penerbangan,” Flight mengawali tulisannya mengenai misteri yang menyangkut Donald “Deke” Slayton, satu dari tujuh astronot pertama Amerika dalam proyek Mercury.Slayton yang dikirim ke orbit tahun 1975 dalam program Apollo-Soyuz adalah mantan pilot pembom PD II. Setelah pensiun dari NASA tahun 1982, Slayton yang dikenal sebagai penggemar olahraga terbang tetap meneruskan hobinya, menerbangkan pesawat kesayangannya yang dinamai “Stinger”. Pesawat sport bermesin piston yang dicat merah dan bernomor 21 di badannya, banyak dikenal orang di Bandara John Wayne di Orange County, California, karena sering diterbangkan Slayton di sana dengan manuver mendebarkan. Pesawat ini juga acap diikutsertakan dalam lomba-lomba di AS. Pernah pula diterbangkan jago lomba John Paul Jones. Akhirnya pada awal 1990-an, Deke Slayton berhenti terbang dan menyumbangkan pesawatnya untuk sebuah museum olahraga terbang di Nevada. Sejak itu pesawat ini nongkrong di museum.
Minggu 13 Juni 1993, Slayton meninggal dunia dalam usia 68 tahun di rumahnya di Houston, Texas, 2.225 km dari Orange County. Slayton berpulang dengan tenang pada pukul 03.22 karena tumor otak, ditunggui istri dan anaknya. Anehnya, pada Minggu pagi itu juga pukul 07.57, Bandara John Wayne dikejutkan dengan munculnya pesawat sport warna merah dengan nomor 21 yang diduga baru saja lepas landas dan langsung melakukan berbagai manuver terbang di atas Bandara.
Orang segera mengenali itu adalah pesawat Slayton. Kehadiran pesawat ini langsung menarik perhatian karena bunyi mesinnya yang di atas ambang batas langsung menyalakan alat-alat pemantau kebisingan yang dipasang di berbagai sudut Bandara. Bandara dilengkapi noise monitor stations karena masyarakat sekitarnya tidak mau diganggu bisingnya pesawat pada jam-jam tertentu.
Pesawat merah ini melanggar jam terbang Bandara. Aturannya, semua pesawat tidak boleh terbang sebelum pukul 07.00 pada hari biasa dan pukul 08.00 pada hari Minggu. Para saksi mata, termasuk para pilot pesawat komersial yang sudah antre untuk terbang, hanya tertegun menyaksikan ulah pesawat merah ini, yang kemudian terlihat terbang menanjak pelan ke arah barat dan menghilang ketika sampai di atas Pasifik yang pantainya tidak begitu jauh dari Bandara. Karuan saja pihak yang berwajib menegur Slayton yang dipastikan menerbangkan pesawatnya. Surat teguran dari Bandara terhadap pelanggaran jam terbang dan ambang batas kebisingan itu dilayangkan tanggal 28 Juni 1993.
Istri Slayton yang menerima surat memberitahu FAA, badan penerbangan federal AS, bahwa suaminya telah meninggal dunia sekitar lima setengah jam (termasuk beda waktu Texas dengan California) sebelum peristiwa itu terjadi. Selain itu pesawat yang dimaksud pun nongkrong di museum yang jaraknya ratusan mil dari Orange County. Pihak museum juga menegaskan, sekalipun pesawat sumbangan Slayton itu tidak dilepas mesinnya, pesawat tersebut tidak pernah diterbangkan lagi sejak masuk museum. “Deke Slayton adalah orang terakhir yang menerbangkannya,” kata Edward Maloney dari pihak museum.
Pesawat yang menghebohkan itu kini telah dipindahkan dari Nevada dan disimpan di museum pesawat terkenal, Planes of Fame Museum di Chino, California.
Kasus L-1011
Kisah lain yang disajikan Flight adalah soal penampakan awak sebuah pesawat komersial yang tampaknya tidak menyukai (atau justru sebaliknya?) apabila bagian-bagian dari bekas pesawatnya dipasang pada pesawat lain.
Desember 1972, sebuah pesawat L-1011 TriStar milik Eastern Airlines buatan Lockheed terbang dari Bandara John F. Kennedy di New York menuju Miami, Florida. Pesawat ini baru empat bulan dioperasikan. Malam itu pesawat bernomor penerbangan 401 ini membawa 163 penumpang dan 13 awak dengan captain pilot Robert Loft.
Menjelang tiba di Miami, awak kokpit melihat lampu indikator menyala menunjukkan bahwa roda pendarat tidak keluar. Pesawat pun berputar-putar untuk memberi waktu awak membetulkan kerusakan. Juru teknik Don Repo turun ke bagian bawah kokpit untuk melihat lewat periskop kecil apakah roda-roda dapat dikeluarkan, sementara captain Loft mengubah kemudinya dengan sistem autopilot.
Setelah dicek, diduga kesalahan mungkin pada lampu indikator. Tatkala lampu ditangani, diduga secara tak tersengaja kontrol autopilot tersentuh. Karena awak kokpit perhatiannya tersedot pada pembetulan lampu indikator, mereka pun tidak menyadari bahwa pesawat secara gradual terus turun dari ketinggian terbangnya.
Penerbangan ini pun berakhir ketika pesawat mencebur di rawa-rawa, 34 km dari ujung landasan Bandara Miami, dengan kecepatan 365 km/jam. Hantaman dengan rawa-rawa ini mengakibatkan 99 penumpang dan awak tewas seketika, dan dua lainnya menyusul kemudian. Pesawat mengalami kerusakan namun tidak sampai meledak atau terbakar, sehingga banyak bagian penting dari pesawat yang kemudian masih dapat diamankan dan dipakai untuk pesawat L-1011 Eastern lainnya.
Stelah itu, para awak pesawat lainnya yang memperoleh suku cadang atau bagian lain dari pesawat naas tersebut, sering melihat penampakan dari captain Loft dan mekanik Don Repo yang tewas dalam kecelakaan. Penampakan di dalam pesawat ini tentu menimbulkan ketakutan para awak, terutama yang sudah mengenal kedua koleganya.
Sering yang menyaksikan penampakan Loft dan Repo itu bukan hanya satu orang, beberapa orang sekaligus. Namun kedua spirit itu tidak mengganggu, bahkan dilaporkan bahwa dalam beberapa kejadian keduanya malah memberitahu awak kabin atau kokpit apabila akan timbul soal pada pesawat mereka.
Tentu saja manajemen Eastern Airlines menolak kisah-kisah penampakan dalam pesawat mereka. Bahkan CEO maskapai penerbangan ini, Frank Borman pernah akan menggugat produser film The Ghost of Flight 401, film buatan 1976 yang berisikan kisah penampakan tersebut. Kisah pemunculan Loft dan Repo ini lama-lama surut dan menghilang sendiri ketika Eastern memensiunkan armada pesawat TriStar yang lama.
Kembaran di angkasa
Kisah ini merupakan salah satu dari banyak kisah nyata yang ditulis oleh Martin Caidin dalam bukunya Ghosts of the Air (1998). James Don Cochrane, seorang siswa penerbang AL AS, tanggal 10 Oktober 1967 berlatih aerobatik dengan pesawat latih jet T-2B Buckeye di sekitar pangkalan udara AL di Meridian, Mississippi. Pagi yang cerah itu, empat pesawat latih diperintahkan mengudara. Karena mereka akan berlatih aerobatik, setiap pesawat telah ditentukan sektor udara masing-masing.
Cochrane terbang bersama pelatihnya yang duduk di belakangnya. Tatkala siap untuk memulai menuvernya dengan menanjak tinggi, high loop, sesuai prosedur ia minta izin pelatih serta memperhatikan lebih dulu keadaan di seputar pesawatnya, atas, bawah, kiri dan kanan. “Saya baru saja menengok ke kanan, namun entah kenapa saya merasa ingin menengok kembali ke arah itu,” katanya kemudian. Tatkala melihat lagi ke arah itu, betapa kagetnya, karena tidak tahu dari arah mana datangnya, tiba-tiba sebuah pesawat T-2B lain sudah terbang rapat ke pesawatnya. Ujung-ujung sayap kedua pesawat sangat berdekatan satu sama lain. Dengan jelas Cochrane melihat pesawat itu ternyata bernomor sama dengan pesawatnya. Aneh sekali, karena tidak mungkin AL memberi nomor yang sama untuk dua pesawat sejenis.
Sementara pelatih Cochrane sendiri perhatiannya penuh ke depan, menantikan siswanya segera memulai loop. Tetapi kebingungan Cochrane karena ada pesawat lain bernomor sama yang terbang menempel, segera menjadi keterkejutan hebat. Karena ketika ia memperhatikan kedua pilot pada pesawat lain, ternyata wajah pilot yang di depan persis dengan wajahnya sendiri! Bahkan “kembarannya” itu pun sempat melambaikan tangan ke arahnya, sesaat sebelum membelokkan pesawatnya menjauh darinya. “Karena kaget dan bahkan shock, saya pun mengalihkan pandangan ke arah lain. Sesaat kemudian ketika saya menoleh lagi ke arahnya, pesawat itu sudah lenyap.”
Cochrane yang belum hilang kekagetannya lalu bertanya kepada pelatihnya, apakah melihat ada pesawat lain di sekitar mereka. Jawabannya negatif, sama sekali tidak ada pesawat lain di sektornya. Ia tidak menceritakan apa yang baru dilihatnya kepada pelatihnya. Selesai latihan terbang, Cochrane yang masih penasaran lalu ke ruang pengawas penerbangan. Di sana ia mendapat penegasan, bahwa yang terbang pagi itu hanya empat pesawat, dan yang tiga lainnya dipastikan berlatih di sektor masing-masing, tidak ada yang nyelonong ke sektor Cochrane. Ia sampai kini tetap yakin betul dengan apa yang disaksikannya, meskipun tidak dapat menjelaskan fenomena tersebut.
Pilot hilang di rawa
Semasa PD II, Inggris menjadi pangkalan bagi para pilot berbagai bangsa yang memerangi Jerman Nazi, termasuk dari Polandia. Salah satu pangkalan RAF itu adalah Lindholme di South Yorkshire yang dikelilingi kawasan rawa yang luas. Suatu malam sebuah pesawat pembom berat jenis Halifax yang diawaki kru Polandia terpincang-pincang kembali ke Lindholme setelah melakukan misi pemboman di wilayah yang diduduki Jerman di daratan Eropa. Pesawat itu dalam kondisi parah dan berlubang-lubang terkena tembakan flak maupun pesawat pemburu Jerman. Pilotnya seorang sersan pilot, yang kondisinya tidak lebih baik dari pesawatnya. Tubuhnya terluka cukup parah, dan ia harus berkejaran dengan waktu untuk dapat mencapai Lindholme. Ini jelas tugas berat bagi seseorang yang terluka, apalagi di malam hari!
Sekalipun demikian, dengan sisa tenaganya ia masih mampu mengarahkan pesawatnya ke pangkalan. Ketika mendekati Lindholme, ia memerintahkan semua kru lainnya untuk terjun dengan payung, karena ia menyadari pendaratannya akan berisiko sekali mengingat kondisi pesawat maupun dirinya sendiri yang semakin payah. Sesudah para kru lainnya selamat terjun, sersan ini pun memulai ancang-ancang untuk mendarat. Namun pesawatnya keburu mati, tidak dapat dikendalikan, lalu nyungsep ke kawasan rawa-rawa dan langsung tenggelam tanpa meninggalkan bekas. Pihak pangkalan tidak mengetahui persis di mana pesawat itu terbenam, hanya menambahkan Halifax bermesin empat tersebut dalam statistik pesawat yang hilang dalam tugas.
Beberapa minggu sesudah kejadian itu, pangkalan yang letaknya terpencil ini kedatangan tamu tak diundang. Malam itu seorang pastor yang bertugas di pangkalan, bertemu seseorang berpakaian pilot lengkap dengan helm kulitnya. Kondisi pilot amat menyedihkan, tubuhnya berdarah-darah. Pastor yang sedang berjalan sendirian di lapangan ini ingat betul, pilot yang tertatih-tatih itu bertanya kepadanya dengan logat Polandia yang kental. “Sir, can you direct me to the sergeants’ mess?”. Pastor yang melihat kondisi sosok ini pun bermaksud menolong dan malah akan mengantarkannya ke tempat pengobatan. Belum sempat ia berucap, pilot itu sudah berjalan dan menghilang dalam kegelapan malam, secepat kemunculannya yang juga tiba-tiba.
Setelah kejadian misterius itu, berbulan-bulan pangkalan udara ini tidak mendapat kunjungannya lagi, sampai pada suatu malam seorang perwira ditemui pilot penuh luka yang kembali menanyakan arah menuju mes para sersan. Begitu usai bertanya, sosok itu pun lenyap dan perwira yang terkejut dan penasaran itu langsung memerintahkan pencarian. Namun pilot penuh misteri ini tidak pernah ditemukan. Setelah perang berakhir, penampakan “hantu Lindholme” acap masih terjadi dengan cara yang selalu sama. Tiba-tiba muncul, bertanya lalu menghilang. Karena itu para petugas pangkalan berusaha tidak keluar sendirian di malam hari.
Pertengahan 1990-an, pemerintah membongkar daerah rawa yang luas itu untuk menambang deposit peat yang banyak terdapat di dalamnya. Alat-alat berat pun bekerja di kawasan tersebut, hingga pada suatu hari operator alat berat merasakan alatnya membentur sesuatu benda metal di dalam rawa. Penggalian dilakukan dan para pekerja menemukan bangkai bomber Halifax, yang di dalam kokpitnya ditemukan kerangka pilot masih terbalut sisa pakaian terbangnya. Segera dilakukan penelitian, dan dengan sikap hormat dan berhati-hati, kerangka itu dipindahkan. Penelitian arsip memastikan jenazah ini adalah sersan pilot Polandia yang hilang bersama pesawatnya lebih dari 40 tahun silam.
Kedutaan Polandia diberitahu akan penemuan ini. AU Kerajaan Inggris memerintahkan upacara pemakaman dengan penghormatan militer penuh. Upacara ini dihadiri kru Halifax lainnya yang masih hidup. Pilot yang hilang itu akhirnya diistirahatkan dengan baik dan sewajarnya. Sejak itu “hantu Lindholme” tidak pernah menampakkan diri lagi.
Awak B-25 di halaman sekolah
Kejadian hampir serupa dialami seorang bocah Filipina, Ged D. Dizon pada pertengahan 1961 di pinggiran Angeles City, Filipina. Petang hari itu ia sedang bermain di halaman sekolah yang sepi dengan adiknya yang berusia lima tahun. Tatkala asyik bermain, kedua anak ini tiba-tiba menyaksikan proses kemunculan sesosok asing di depan mereka. Mata mereka pun terbelalak ketakutan. Sosok itu tidak begitu jelas, agak berkabut dan bahkan seperti transparan. Meskipun masih kecil, Ged mengenali penampilan sosok itu berpakaian seperti seorang pilot AS atau awak pesawat terbang. Ged yakin betul apa yang dilihatnya benar-benar nyata. Baginya penampakan itu terasa asing sekali dan menimbulkan rasa takut yang luar biasa.
Karena itu ia dan adiknya segera lari dan menceritakan apa yang mereka lihat kepada orang tuanya. Namun mereka maupun orang lainnya tidak menanggapi cerita anak tersebut, bahkan menertawakannya. Hingga Ged Dizon beranjak besar, bayangan yang pernah ia lihat petang itu tidak pernah hilang dari pikirannya. Ia bersama adiknya, Ivan dan Daniel, mencoba mencari tahu misteri tersebut dengan mempelajari arsip-arsip, termasuk sejarah skadron AS yang menyerang Angeles City. Kawasan ini menjadi ajang pertempuran hebat mulai akhir 1944 hingga awal 1945.
Tanggal 7 Januari 1945, sebuah pembom B-25 Mitchell yang dinamai Sag Harbor Express melakukan serangan terbang rendah terhadap posisi Jepang di sekitar Angeles City. Naas pesawat ini entah disebabkan oleh apa, jatuh menghunjam Bumi dan menewaskan semua awaknya. Karena situasi dan kondisi peperangan yang hebat dan lama, Sag Harbor Express pun hanya dinyatakan hilang.
Dari penelitian Ged, termasuk mewawancarai orang-orang tua, diketahui bahwa B-25 tersebut hancur dan awaknya dikuburkan massal oleh penduduk. Penyelidikan lanjutan oleh Ged akhirnya sampai pada kesimpulan, bahwa sekolah tempatnya bermain dulu adalah bekas lokasi jatuhnya pesawat tersebut. Tempat ia berdiri ketika bermain-main suatu petang tahun 1961, adalah tempat para awak pesawat dikuburkan!
Akhirnya setelah dilakukan penggalian dan upacara misa arwah khusus bagi para awak serta pembuatan tugu peringatan, kelegaan dan ketenangan hati Ged Dizon pun tercapai. Demikian pula mereka yang tahu dan ikut dalam penguburan para awak B-25 tersebut, ikut merasakan semacam kedamaian hati.
Hantu Montrose
Tanggal 27 Mei 1913, Letnan Desmond L. Arthur berlatih terbang rutin dengan pesawat bersayap ganda BE-2 di atas pangkalan udara Montrose di Skotlandia. Tiba-tiba, dengan disaksikan banyak orang di bawah, pesawat itu berantakan di udara. Sayapnya terlepas dan badan pesawat tertekuk. Tak ayal pesawat ini meluncur ke Bumi, sedangkan Letnan Arthur pun terlempar keluar pesawat karena sabuk pengamannya putus. Ia tewas dalam kondisi mengenaskan.
Penyelidikan terhadap sebab musabab musibah ini pun segera dilakukan. Disimpulkan bahwa kecelakaan terjadi karena teknisi yang tidak becus. Bahkan sempat beredar rumor bahwa kejadian itu adalah sabotase. Tiga tahun berlalu, dan PD I pun sedang berlangsung hebat-hebatnya. Pangkalan Montrose penuh kesibukan melatih para calon pilot yang akan diterjunkan ke medan perang.
Suatu senja di musim gugur 1916, seorang perwira staf bernama Mayor Cyril Foggin tengah berjalan pulang ke mesnya. Agak jauh di depannya, ia melihat seseorang masih mengenakan pakaian terbang berjalan ke arah yang sama. Foggin tidak dapat mengenalinya secara jelas karena hari mulai gelap. Tetapi ia melihat sosok di depannya itu masuk ke mes, namun anehnya tanpa membuka pintu. Di dalam mes itu ia tidak menemukan pilot tersebut. Ia pun hanya geleng-geleng kepala, mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah halusinasinya sendiri.
Beberapa hari kemudian, kejadian serupa terulang lagi. Menyadari dirinya sebagai perwira, Mayor Foggin tidak melaporkannya kepada siapa pun. Karena bila sampai membuat laporan, boleh jadi ia akan dinilai kurang pantas sebagai perwira senior dan kejiwaannya pun malah akan diperiksa. Hari-hari berikut, ternyata bukan hanya ia yang menyaksikan penampakan wujud tersebut. Pada mulanya, semua perwira yang juga melihat tidak mau bercerita kepada yang lainnya, sampai suatu hari seorang perwira instruktur terbang terjaga dari tidurnya karena merasa ada yang membangunkan.
Ia terduduk di tempat tidurnya, dan dalam keremangan mataya tertumbuk pada seseorang berpakaian terbang sedang duduk dengan santai di kursi, membelakangi tempat tidurnya. Perwira ini pun jengkel dan bertanya dengan nada keras seorang instruktur. “And who the bloody hell are you, and what the hell are you doing here!”. Sosok di kursi itu diam saja, perwira itu pun turun dari tempat tidurnya. Begitu didekati, sosok di kursi itu tiba-tiba lenyap. Karena keributan kecil ini, para perwira lainnya ikut terbangun dan terbukalah rahasia penampakan hantu tersebut. Sejak itu kabar mengenai penampakan tadi tersebar ke mana-mana, ke seluruh Royal Flying Corps. Sosok itu pun terkenal sebagai “hantu Montrose”.
Akhirnya seorang redaktur majalah mencoba mengutak-katik misteri pemunculan sosok itu, yang kini sering membuat pengawal pos jaga lari terbirit-birit karena didatangi. Ternyata dari penelitiannya, ketahuan bahwa penampakan itu tampaknya dipicu oleh hasil penyelidikan ulang atas kasus tewasnya Letnan Arthur. Penyelidikan ulang pada musim panas 1916 menyimpulkan musibah itu terjadi bukan karena kerusakan struktur pesawat, melainkan sebagai akibat ketidakcakapan Arthur menerbangkan pesawatnya. Laporan itu dinilai mencemarkan nama baik dan kehormatan letnan tersebut, bahkan ketika dirinya sudah mati. Karena itu penampakannya seolah-olah seperti usahanya untuk membela kehormatannya.
Laporan redaktur itu pun membuat penyelidikan ketiga dilakukan. Kali ini hasilnya tegas-tegas mengonfirmasikan terjadinya kerusakan pada sayap pesawat sebagai penyebab kecelakaan. Letnan Arthur sendiri dinyatakan bersih. Hasil penyelidikan terakhir ini menutup kasus kecelakaan Mei 1913, dan hantu Montrose tercatat menampakkan dirinya terakhir kali pada 17 Januari 1917.
Sekalipun demikian, pesawat Arthur terkadang masih terlihat terbang, seperti pada masa PD II ketika Montrose dijadikan pangkalan pesawat tempur Hurricane. Suatu hari seorang pilot Hurricane marah-marah karena pendaratannya terlambat, gara-gara diganggu sebuah pesawat kuno bersayap ganda yang setiap kali memotong arah terbangnya. Namun kemudian ia heran sendiri ketika orang-orang di pangkalan tidak ada yang melihat adanya pesawat lain kecuali pesawat Hurricane tersebut. Orang-orang di bawah juga heran melihat Hurricane-nya yang setiap kali tiba-tiba berbelok tajam seolah-olah menghindari sesuatu dan membatalkan pendaratannya.
Kejadian serupa dialami tokoh penerbangan Inggris, Sir Peter Masfield pada tanggal 27 Mei 1963. Ketika terbang santai dengan pesawat kecilnya, Chipmunk dan melintas di atas bekas pangkalan udara Montrose, ia melihat sebuah pesawat bersayap ganda BE-2 terbang di depannya. Dengan jelas ia melihat pilotnya mengenakan helm kulit dan pelindung mata.
Tatkala Sir Masfield terheran-heran mengamati pesawat kuno itu, tiba-tiba pesawat tersebut patah sayapnya dan jatuh ke Bumi. Ia pun kaget lalu mendaratkan pesawatnya di lapangan golf. Namun orang-orang di situ mengaku tidak ada yang melihat pesawat lain yang terbang kecuali pesawatnya sendiri. Aneh bin ajaib.
http://202.146.4.40/read/newsprint/148/kisah.gaib.dunia.penerbangan
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !